Dari Kawan Jadi Sahabat

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

MOHAMMAD NUH, Wakil Ketua Umum ICMI ]

Tiap kali ada kesempatan untuk berbagi, saya seringkali mengutip Innallaha wa malaikatahu yusalluna ‘alannabi ya ayyuhalladzina amanu shallu alaihi wasallimu taslima.. tentang pentingnya salawat. Mengapa? Karena perantaraan Rasulullah itulah sebabnya kita bisa seperti ini. Penyakit yang sering mengidap kiyai-kiyai adalah kiyainya yang top tapi Rasulullah tidak. Kiyainya yang disanjung-sanjung, dipuji-puji, tapi tidak diarahkan, yang penting itu sebenarnya Rasulullah. Kita punya kelemahan di situ. Bahkan Allah memerintahkan kita untuk berpuasa tapi apakah Allah berpuasa? Tidak selamanya apa yang diperintahkanNYA, Allah melakukan. Tapi salawat ini Allah dan para malaikat baca salawat atas nabi Muhammad SAW.

 

Salawat Jangan Minimalis

Apa yang kita lakukan di dunia barangkali tidak ada artinya. Saat kita nanti menghadapi Yaumil Masyar. Syafaat Rasulullah yang kita harapkan. Sehingga; ya Rasulullah, tidak apa saya ikut rombongan engkau meski yang paling belakang. Memang saya ini bukan orang yang baik. Tapi kalau bukan engkau yang mengakui sebagai umatmu, lalu aku ikut siapa? Padahal dari sisi periodeisasi waktu semua adalah umat Muhammad. Mereka sudahlah yakin perbanyak amalan-amalan  dengan baca salawat.

Contoh yang paling mudah, kalau kita punya hubungan dengan Rasulullah coba anda di waktu malam baca salawat. Apakah bergetar, menangis? Kalau belum sempat meneteskan airmata dan bergetar, berarti ikatan emosi kita dengan Rasulullah masih lemah. Artinya kabel ini masih belum tersambung atau sudah nyambung tapi banyak isolator yang meliliti, konduktivitasnya jelek. Karena itu harus digosok supaya bersih dari kerak-kerak. Sehingga begitu kita membaca salawat, ya Allah,.. masuk.  Kalau kita membaca salawat, kecuali di dalam shalat, jangan terlalu pelit. Baca salawat kok minimalis. Allahuma shalli ‘ala Muhammad, itu betul tapi sangat minimalis. Kalau kita memanggil si A langsung nama saja, tidak nyaman. Kalau kita ke Malaysia bertemu raja, sebelum memanggil kita harus; ampun tuanku, dan terus panjang. Itu kita lakukan. Padahal ini Rasulullah. Karena itu perbanyaklah salawat.

Kedua, ada kisah yang sangat menarik. Suatu saat menjelang Ramadhan ada dua anak, usia 9 tahun, dan 7 tahun.  Kedua anak ini berboncengan naik sepeda menuju ke makam untuk menziarahi sang ayah yang meninggal dua tahun lalu karena kecelakaan. Sepeda diparkir, adiknya dituntun menuju makam sang ayah, di mana si kakak sudah diberitahu lebih dulu oleh Ibunya. Nak ini makam ayahmu. Ayahmu kecelakaan waktu kamu masih kecil.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Dua anak ini duduk bersila di depan pusara sang ayah. Kakaknya yang memimpin membaca al Fatihah, al Falaq, an Nas, dan al Ikhlas dibaca berulangkali ditambah doa untuk kedua orangtua. Si Adik di belakang sambil mnengadah tangan mengucap amin berulangkali  Ya Allah, luar biasa orang tua ini. Bayangkan doanya hanya sempat memberi sentuhan kasih sayang sampai usia 7 tahun dan 5 tahun, tapi sudah keluar eturn of invement. Mereka sudah bisa mendoakan sang ayah.  Padahal betapa banyak orang yang waktu nikah pun masih dinikahkan Ayah dan ibunya, rumah masih disiapkan, tapi dia masih sering menyakiti hati orangtua, belum bisa memberikan pengembalian. Itulah hakikat investasi.  Betapa bahagianya kalau i suatu saat nanti kita sudah meninggal dan ada kiriman hasil inevstasi yang sudah kita lakukan. Baik investasi terkait nasabiyah berupa anak, keturunan, maupun investasi amal kebajikan lain.

 

Rahasia Doa Duduk Antara Dua Sujud

Ciri-ciri manusia yaitu pasti punya kebutuhan. Hanya masing-masing berbeda kebutuhannya. Tidak ada orang yang tidak punya kebutuhan. Kalau kita lacak semua, apa sih hakiat kebutuhan kita? Kebutuhan kita hakekatnya adalah apa yang kita baca pada saat kita duduk di antara dua sujud. Semua kebutuhan kita terangkum di situ. Rabbighfirlii warhamnii wajburnii warfa’nii warzuqnii wahdinii wa’aafinii wa’fu ‘annii.  “Ya Allah,ampunilah dosaku, belas kasihanilah aku dan cukuplah segala kekuranganku dan angkatlah derajatku dan berilah rezeki kepadaku,dan berilah aku petunjuk dan berilah kesehatan padaku dan berilah ampunan kepadaku”.

Pertama, Rabbighfirlii; ampunan dari Allah. Kita tiap saat hampir kena urusan kesalahan-kesalahan. Karena itu wirid yang paling pas di awal adalah istighfar. Di dunia sufi ktivitas pertama sebelum yang lain pasti istighfar. Sama dengan di bab Fiqih, bab awal pasti bab bersuci, thaharah. Kalau suci fisik,  di tasawuf adalah istighfar.

Kedua, warhamnii; memohon kasih sayang Allah. Di beberapa kesempatan saya ceritakan pentingnya kasih sayang Allah dan memiliki kasih sayang. Kita semua warga negara yang sama. Siapapun di antara kita ada di dunia yang sama. Yaitu warga negara rahim. Warga negara kasih sayang. Semua pernah singgah di rahim ibu. Karena itu kasih sayang menjadi universal. Siapapun orangnya butuh dan memiliki rasa kasih sayang.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Saking penting kasih sayang, suatu saat sayyidina Ali berangkat shalat subuh berjamaah menuju masjid, di mana Rasulullah menjadi imam. Dalam perjalaan ada orang tua yang berjalan pelan sekali, maklum sudha tua. Saking hormat, beliau tidak mau mendahului orang tua ini. Meski Rasulullah sudah ada di masjid. Sampai akhirnya diikuti saja  Begitu di depan masjid ternyata orangtua itu tidak belok ke masjid. Barulah tahu bahwa orang tua ini Nasrani.

Begitu masuk ke masjid, jamaah yang diimami Rasulullah sedang ruku, berarti belum terhitung satu rakaat, belum selesai, akhirnya sayyidina Ali ikut bergabung dalam ruku teesebut. Begitu selesai, salah seorang sahabat bertanya: wahai Rasulullah, mengapa engkau ruku’ lama tidak seperti biasa? Rasulullah menyampaikan; saya menahan ruku’ karena menunggu Ali yang sedang terlambat karena menghormati orangtua. Apalagi orangtua nasabiyah. Siapapun yag berusia lebih tua, kita hormati. Apalagi beliau orangtua kita, sahabat kita, tokoh kita, atau siapapun.  Maka berbahagialah bagi ibu dan bapak sekalian yang masih dikaruniai orangtua, sempatkan untuk bahagiakan  orangtua kita. Seakan kita kerja pontang- panting untuk tujuan, tolong jangan dihilangkan, salahsatunya kita bekerja seperti ini ingin sekali membahagiakan orangtua.

Selanjutnya, wajburnii ya Allah sempurnakan apa yang aku telah lakukan bahkan dalam yang lain tutupilah aku ya Allah. Kita diciumtangan oleh orang lain bukan karena kemulian kita. Kita dihormati orang lain bukan karena kita mulia, ka tapi karena aib-aib kita masih ditutupi Allah. Kalau kita introspeksi di malam hari, tiap dari kita pasti punya rahasia. Ada kalanya rahasia ini yang boleh tahu hanya dirinya dan Allah. Istri atau suami pun tidak boleh tahu, karena kalau tahu bisa jadi mereka tidak akan hormat lagi kepada kita. Banyak rahasia kita, apalagi di masa lalu pun kekinian. Karena itu, kita mohon kepada Allah ya Allah sempurnakan, termasuk di dalamnya,  tutuplah aib dan kelemahan hamba, ya Allah.

Kemudian; warfa’nii, Kalau ini agak berbeda dimensi. Kalau yang masih muda, “warfa’ni” diterjemahkan menjadi kenaikan derajat atau pangkat. Tapi kalau yang sudah sepuh diartikan sebagai kenaikan maqam. Sudah tidak perlu pangkat lagi karena sudah pensiun. Tapi bagi yang muda, ingin karirnya naik. Dan, warzuqni, rizki dari Allah.

Kebutuhan itu nanti akan mencapai puncak, didefinsiikan kalau probabilitas orang lain membantu menyelesaikan kebutuhan kita paling kecil, maka itu masuk wilayah puncak. Tapi kalau probabilitas oranglain membantu menyelesaikan kebutuhan kita masih besar, berarti tingkat kebutuhan kita termasuk yang paling tinggi.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Eratkan Silaturahim

Ada suatu saat di antara kita semua nanti, insya Allah dipastikan memasuki wilayah puncak kebutuhan yaitu sakaratul maut. Semua akan masuk ke situ. Alhamdulillah, beberapakali saya diberi kesempatan Allah mendampingi orang yang memasuki wilayah sakaratul maut. Indah sekali. Tapi juga ada yang sedih sekali. Saya mengelola rumah sakit, sehingga sering memasuki ICU. Saya menjenguk orang yang sedang sakaratul maut. Siapa yang bisa mendampingi atau rela mendampingi yang sedang sakaratul maut yaitu orang yang punya ikatan emosional paling tinggi. Entah itu istri atau anak. Tapi tidak selamanya, kalau tidak punya ikatan emosional.

Memang demikian cirinya. Orang yang tidak punya ikatan emosional tidak ada jenguk orang sakit. Di rumah sakit, kawan kita besok sudah boleh pulang, artinya sudah sehat. Sementara di sebelah sedang sakit keras. Mengapa kita tidak menjenguk yang di sebelah tapi menjenguk kawan kita yang besok sudah boleh pulang. Karena kita tidak punya ikatan emosional dengan orang yang sedang sakit keras itu. Hal seperti ini menjadi penting, kelemahan kita belum punya sahabat. kita baru punya ikhwan, kawan, belum sampai sahabat. Tanda paling mudah, si A dan B sudah di atas sahabat, di saat dia berdoa, saat shalat malam, kalau namanya belum disebut berarti masih ikhwan.  Tapi kalau dalam doa malam kita sebut nama kawan kita, berarti ikatan kita sudah di atas persahabatan. Padahal berdoa tidak bayar. Hanya menyebut saja. Susah karena tidak punya ikatan emosional. Berbeda dengan orangtua kita; ya Allah mudah-mudahan Engkau senantiasa memberi ampunan kepada Ibu dan Bapak kami..

Perkawanan itu baik, pertemanan pun bagus, tapi hendaknya kita naikkan level lagi sampai di atas persahabatan. Sehingga, siapapun yang kita jadikan di atas level sahabat, tiap malam saat kita berdoa selain untuk diri sendiri, kita sebut dia. Dan forum seperti ini baik untuk meningkatkan maqam dari ikhwan menjadi sahabat.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Saya tidak menakut-nakuti, hanya ingin berbagi, semua kita pasti mati. Ada kalanya orang yang begitu agak berat coba saya salami. Saya pegang tangannya. Dia meneteskan air mata. Tersambung, coba saya dampingi dengan membaca la ilaha ilallah, istighfar, dst. Di bibirnya terucap. Sampai ada kejadian yang luar biasa, yang saya dampingi sudah dalam keadaan sangat berat, bahkan dokter pun sudah mengatakan ini sebentar lagi, karena diukur di monitor, si sakit ini duduk manis sambil mengajak berdoa. Laa yukallifullaahu nafsan illaa wus’ahaa lahaa maa kasabat wa’alaihaa maktasabat. Rabbanaa laa tu aakhiznaa in nasiinaa au akhtha-naa, rabbanaa walaa tahmil ‘alainaa ishran kamaa hamal tahuu ‘alal ladziina min qablinaa. Rabbanaa walaa tuhammilnaa maa laa thaaqata lanaa bih. Wa’fu ‘annaa waghfir lanaa warhamnaa, anta maulanaa fanshurnaa alal qaumil kaafiriin [al Baqarah: 286].

Begitu selesai doa, meski dengan suara yang agak terbata-bata, begitu selesai  tidak lama, ia meninggal. Ya Allah, luar biasa. Sedih, tapi mellihat perpisahan seperti itu, kita seakan hendak masuk ada tuan rumah di depan pintu mengatakan silahkan masuk dalam rumah. Ada sahabat-sahabat, hamba-hamba Allah, orang-orang baik dan silahkan masuk dalam surgaNYA. Sehingga begitu kita dijemput Allah seperti itu rasanya luar biasa, dan itulah yang kita harapkan, Ya Allah biha, ya Allah biha, ya Allah biha, ya Allah bi-husnil khatimah. Mudah-mudahan Allah swt senantiasa memberikan karunia, taufik, dan keridhaan bagi kita semua. Ya ayyuhan nafsul muthmainnah, irji’i ila rabbiki radhiyatam [Al-Fajr: 27-28].

Dari tausiyah menjelang buka puasa bersama, di kantor Bapak Adi Sasono [Dewan Kehormatan ICMI Pusat] , 27 Juni 2016. 

 

 

 

 

Tinggalkan komentar